Wednesday 18 November 2015

Belang-belang Facebook

Beberapa hari ini, timeline riuh dengan pro dan kontra tentang bendera Prancis – atau yang beberapa orang rujuk sebagai “belang-belang” – pada gambar profil di Facebook. Mungkin mereka sering bolos waktu pelajaran Geografi di sekolah dulu.

Mendadak, banyak orang menjadi nasionalis.
“Kalian ngapain waktu bencana kabut? Masang bendera Merah Putih, gak?” kira-kira begitu komentar mereka. Entah, mereka ngapain juga waktu terjadi kabut beberapa waktu yang lalu. Yang jelas, Facebook tidak menyediakan aplikasi untuk menyertakan gambar bendera Merah Putih pada gambar profil kita waktu itu. Kalau ada, pasti saya pasang.

Banyak orang menyandingkan kondisi negara-negara konflik seperti Suriah, Iran, dan Beirut dengan tragedi Paris. “Orang-orang mati dibunuh, kena peluru nyasar, kena bom setiap hari di sana, dan kalian diam saja, kan!” begitu kurang lebih seruan mereka. Mungkin mereka tidak punya akses kepada saluran berita yang mengulas kondisi di negara-negara tersebut hampir setiap hari.

Bahkan ada yang mempertanyakan mengapa foto profil dengan bendera Prancis itu adalah foto bahagia yang penuh senyum. “Kok menyampaikan simpati sambil tersenyum ceria?” begitu kira-kira protes mereka.


Mengapa?
Mengapa melakukan sesuatu yang sederhana, seperti menunjukkan simpati dalam cara yang sangat sederhana itu dianggap berlebihan?
Kata sahabat saya, kok masang bendera Prancis di foto profil kayak nyumbang 5 miliar ke Prancis. Saya menyambung, dan seolah-olah 5 miliarnya diambil dari uang mereka yang protes-protes itu.

Nasionalisme?
Adakah satu orang pun di sini, warga negara Indonesia, yang tidak pernah sekali pun mencemooh absurdnya negara tersayang ini? Atau membandingkan Indonesia dengan negara lain dalam cara apa pun? Sudah lupakah Anda yang pernah mencetus, “Dasar orang Indonesia!” dan gemas mengapa orang-orang kita tidak bisa seperti warga negara lain yang tertib dan tidak malu-maluin?
Apakah menunjukkan simpati kepada negara lain serta-merta berarti cinta kita kepada negara sendiri luntur? Omong-omong, adakah yang tanggal 10 November kemarin merayakan Hari Pahlawan, atau Hari Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober?
Kalau kata sahabat saya tadi, masih syukur (Indonesia banget, sih) yang dibuatkan aplikasi adalah bendera Prancis, bukan bendera Indonesia. Mohon direnungkan sendiri ya artinya.

Bagaimana dengan Suriah, Iran, Beirut, Palestina, kabut asap? Ya, saya setuju, itu semua mengerikan. Tapi konteksnya berbeda. Sudah cukup banyak, kok, tulisan singkat mengenai perbandingan yang tidak tepat ini. Ngeri, sensitif topiknya yang ini. Tapi, jika Anda punya hasrat tak terbendung untuk membanding-bandingkan setiap tragedi yang terjadi, saya sarankan untuk membandingkan Serangan Paris dengan Bom Bali (2002). Kondisinya mirip, orang-orang sedang santai, siap bersenang-senang setelah menjalani hari, lalu tiba-tiba nyawa mereka terputus. Atau coba bandingkan dengan 9/11 (2001), saat orang-orang sedang bersiap untuk bekerja dan mencari nafkah, kalau Anda punya ketidaksukaan serius dengan konsep bersenang-senang.

Wajah bahagia pada foto profil? Serius? Anda mau saya ganti foto profil dengan wajah saya yang sedang bermuram durja, dengan tempelan bendera Prancis? Oh, saya BISA membayangkan komentar sengit yang akan bermunculan. Lagi ketawa aja dianggap tidak nasionalis, apalagi sambil murung.

Sebuah tragedi baru terjadi. Orang-orang berduka. Orang-orang mengalami teror. Apa yang Anda lakukan jika sesama Anda berduka dan diteror? Anda berdiri bersama mereka. Anda menunjukkan simpati, atau jika nilai EQ Anda cukup bagus, Anda berempati terhadap mereka. Terlepas dari batas negara, agama, kondisi politik, dan sebagainya, kita adalah sesama warga Bumi.

Namun, jika Anda merasa Anda harus mengecam tindakan simpati terhadap tragedi kemanusiaan hanya karena berseberangan dengan pendapat dan paham-paham Anda, maafkan saya karena harus berkata: Anda butuh piknik.



No comments: