Wednesday 23 March 2016

It's Wonderful How You Feel After A Decay In Your Body Was Treated

Sebulan yang lalu, saya shock saat melihat kondisi gigi geraham saya. Hitam, keropos. Jelek sekali kelihatannya. Dokter gigi. Hanya itu yang terlintas di pikiran saya. Mati deh.
Dari kecil saya takut dengan dokter gigi. Gara-gara dulu satu-satunya dokter gigi di kampung saya, seorang perempuan berbadan mungil, luar biasa galaknya kepada para pasiennya. Pergi ke sana adalah siksaan. Udah dimarah-marahin karena nggak merawat gigi dengan baik, harus menahan sakit pula waktu disuntik atau dibor, ujung-ujungnya, harus bayar lagi! Dan, ongkos dokter gigi kan biasanya premiummm....

Namun, kali ini tekad saya sudah cukup bulat. Saya merenungkan uang yang sudah saya gunakan untuk membeli pakaian, alat make up (seadanya), sepatu, makanan, tapi tidak untuk kesehatan anggota tubuh yang satu ini. Padahal, tahu sendiri betapa hebatnya penderitaan yang harus seorang manusia tanggung jika giginya rusak.

Berbekal honor terakhir yang saya terima sebelum liburan, saya memutuskan untuk pergi ke dokter gigi dekat rumah yang cukup modern fasilitasnya. Dokter gigi perempuan lagi :)

Kurang lebih 30 menit saya menganga dan membiarkan tangan dingin tante dokter mencungkil, membor, mengorek dua gigi saya. Kaki saya mengejang setiap kali terasa ngilu. Dahi saya sampai basah oleh keringat dingin yang dilap penuh kasih sayang oleh si tante dokter :')

Selesai perawatan, saya buru-buru mencari kaca untuk melihat gigi saya. Lho! Kok masih hitam?!

Lah. Saya salah tunjuk gigi tadi >.<
Tapi emang gigi yang dirawat tadi sudah bolong dan menembus gigi depannya, jadi ya gak salah juga sih, hahahaha.

Dan tahukah, rasanya enaaaak sekali. Tiba-tiba, saya merasa lebih percaya diri. Tiba-tiba, jari tengah kanan saya yang 2 tahun terakhir ini mendadak sering ngilu sendiri, terasa jauh lebih kuat. Tiba-tiba, saya merasa... sangat nyaman.

Hanya karena ada kerusakan kecil yang telah diperbaiki.

Tak bisa dielakkan, pikiran saya langsung terbang kepada kehidupan saya sendiri. Bukankah mirip dengan hati kita? Sering ada kebusukan-kebusukan dalam hati kita, membuat hidup kita terasa penuh beban, tidak lepas, sebentar-sebentar terasa sakit.
Mungkin sekarang saatnya kita datang kepada sang Tabib Agung, menyerahkan diri untuk diperiksa, dikorek, dicungkil, ditambal. Sesakit apa pun itu, percayalah, kita tidak akan mati gara-garanya. Semakin dalam kebusukan itu, kerusakan hati itu, semakin lama juga pengerjaannya. Tante dokter kemarin cukup lama mengorek gigi saya yang sudah busuk itu karena, "Kalau masih empuk, harus terus dicungkil sampai ketemu gigi yang masih keras. Karena kalau tidak, kebusukannya akan menyebar terus."
Jangan mengeluh dan jangan heran jika ada satu area tertentu yang terus dikorek oleh Tuhan. Mungkin memang belum selesai, masih banyak yang harus dibersihkan.

Ketika saya sempat kesal kepada diri sendiri kenapa tidak ingat posisi gigi yang tadinya saya ingin bersihkan, saya diingatkan ini, mirip dengan proses Tuhan. Ada kalanya kita mengira, satu area tertentu yang akan Tuhan bereskan. Eh, ternyata, ada area lain yang lebih menarik perhatian Tuhan, yang harus Dia pulihkan terlebih dahulu.

Minggu depan, saya sudah memutuskan, untuk datang kembali, membereskan lubang-lubang yang lain. Meskipun sudah diwanti-wanti si tante bahwa rasanya akan lebih ngilu lagi karena posisi gigi seri, saya akan menabahkan hati. Karena saya tahu sekarang the good feeling yang saya rasakan setelah proses tersebut.