Fiuh!
Akhirnya setelah 2 bulan, baru sempet update
lagi :D
So… let’s go back to January 4, 2012….
Hari itu,
40 minggu lewat 1 hari sudah Ben di perut. Kemarin waktu CTG (cardiotocography) alias pemeriksaan
detak jantung bayi, terdapat indikasi Ben mulai kekurangan oksigen, karena beberapa
kali terjadi baby silent. Kondisi ini
ditandai dengan lemahnya – bahkan sempat hilang – detak jantung bayi yang
terekam.
Di pagi
hari Rabu itu, sekitar pukul 6 pagi, saya bangun dan ke WC untuk buang air
kecil. Waktu itulah baru terlihat saya sudah mengeluarkan sedikit darah. Langsung
turun bangunin Mama, yang sepertinya sudah mengantisipasi, lalu saya SMS Dokter
Radit. Dokter menyuruh saya langsung ke RS Grha Kedoya untuk ketemu beliau
sekitar pukul 9. Saat itu, mulesnya belum berasa.
Setiba
di RSGK, saya lalu diperiksa dalam (sakitnyuaaa) oleh bidan, ternyata belum
pembukaan. Kira-kira sejam kemudian Dokter datang dan periksa dalam lagi. Sudah
pembukaan 1, katanya. Jadi saya sudah gak boleh pulang, dan Ben harus
dikeluarkan hari ini juga, karena kekurangan oksigen tadi. CTG lagi, kali ini baby silent makin panjang. Dokter
menganjurkan induksi, tapi kita masih mau tunggu sampai sore. Sekitar pukul 6
sore hasil CTG masih menunjukkan hal yang sama. Dokter pun langsung memberi
instruksi: induksi!
Pukul
7 malam, para bidan bersiap-siap memasang infus induksi. Oke, mules pun mulai
berasa. Gak lama, bidan kembali dan memberitahu kalau dia akan memberi infus
pelunak mulut rahim sebanyak 3x, sesuai instruksi dokter. Baru infus pertama,
saya sudah mulai mules kencang. Sampe saya tanya, emang gak boleh sekali aja,
ini aja udah mules banget, haha. Setelah ketiga kali, saya pun mulai meriang
dan menggila. Sakitnya mak! Saya sampe gemeteran gak sanggup nahan, dan pukul 9
malam, saya dimasukkan ke ruang bersalin.
Perjuangan
pun dimulai. Bidan menganjurkan saya terus tidur menyamping, padahal saya sudah
luar biasa pegal, dan mulesnya ampun-ampunan. Yang lebih gak tahan adalah
ketika perasaan ingin ngeden itu muncul. Seolah ada yang ngedobrak di bawah
sana dan saya gak kuat nahan. Salut banget sama bidan yang luar biasa sabar
menghadapi saya, yang tetap tenang dan memberi pengarahan dan encouragement.
“Ibu
bayangin, di dalem situ jalan berliku-liku dan si dedek, namanya siapa Bu? Oh
Ben ya, bayangin Ben kebingungan di dalam sana mau keluar, kalau Ibu tenang,
Ibu akan membantu Ben untuk cari jalan keluar… tenang ya Bu, Ibu harus bisa lawan
rasa sakitnya… Tarik napas dari hidung, tahan, keluar dari mulut, tiup-tiup…”
Kira-kira begitulah kalimat si bidan yang terus diulang-ulang selama beberapa
jam itu.
Rasanya
saya sudah setengah sadar waktu itu, dan lucunya, di sela-sela rasa sakit yang
terus menggempur, saya bisa tiba-tiba ngantuk dan ketiduran beberapa saat. Saya
tanya ke bidan, dan dia menjelaskan kalau saat kontraksi kan sakit banget, itu
capek, makanya saya jadi ngantuk. Hihi, lucu juga ya, satu menit saya
megap-megap, menit berikutnya leler.
Waktu
berlalu saya makin tidak tahan, berkali-kali perasaan ingin ngeden itu datang,
mau teriak gak boleh, saya nanya terus udah pembukaan berapa. Ketika sudah
masuk pembukaan 8, yang saya cari cuma satu: DOKTER! Mana dokter, mana?! Karena
saya tahu, kalo dokter sudah dateng, berarti saya sudah boleh ngeden! Sekitar pukul
12 malam kurang, Dokter Radit sampe. Dengan tenangnya beliau duduk di depan
saya yang mengangkang sambil ngobrol dengan para bidan. Dokter anak jaga juga
baru masuk. Tiba-tiba Dokter Radit nanya, “Bu, kemarin USG ada kelilit ga?” “Wah,
gak tuh!” Ternyata tali pusar Ben melekat di sebelah kepalanya, itu yang
menyebabkan Ben susah turun dan kekurangan oksigen. Dokter langsung menyuruh
bidan menyiapkan vakum.
“Ayo
Bu, sekarang boleh ngeden. Tarik napas dari hidung, tahaaann, berakin!” Nih
ajaib juga bahasa si bidan. Apa daya, saya sudah kecapean. Lagipula saya cuma makan
jagung cup, tenaga kurang. Akhirnya pada
pukul 00.01, 5 Januari 2012, Ben berhasil dikeluarkan dengan bantuan vakum.
Si bayi
mungil itu tampak keabuan, saya langsung panik. Apalagi tidak lama kemudian Ben
langsung dibawa ke boks bayi dan dimasukkan selang ke dalam mulutnya. Belakangan
saya baru tahu itu buat menyedot cairan dari dalam tubuhnya, huehehe.
Sesuai
permintaan, Ben pun melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Satu jam pertama,
dia hanya berbaring di dada saya sambil merengek-rengek dan ngusel-ngusel gitu.
Setelah itu, dia diangkat sebentar agar saya bisa dibersihkan. Lalu saya
ditawari untuk IMD lagi. Kali ini setengah jam, dan Ben berhasil menemukan
puting! Cihuy! Pukul 2 pagi, saya dimasukkan ke kamar dan istirahat.
Baru sekitar
pukul 9 pagi saya dipertemukan dengan Ben lagi. Bayi kecil itu bobo mulu
kerjaannya begitu nemplok di dada saya! Duh, kalo inget dulu, minggu-minggu
pertama, itu perjuangan superberat untuk menyusui! Puting lecet, Ben
nangis-nangis… PD bengkak… sekarang udah enak bangetttt… Ben udah jago latch-on
walopun sesekali suka saya koreksi mulut bawahnya.
Ben is
growing up now. Meskipun gak gembrot, tapi Ben sehat dan aktif. Anaknya ceria
dan suka mengoceh. Duh, kalo liat dia lagi ngoceh sama papanya itu lucuuuu
banget! J
We love
you so much, Benedict Guido.
No comments:
Post a Comment