Tuesday 28 February 2012

Welcome, Benedict!


Fiuh! Akhirnya setelah 2 bulan, baru sempet update lagi :D
Solet’s go back to January 4, 2012….
Hari itu, 40 minggu lewat 1 hari sudah Ben di perut. Kemarin waktu CTG (cardiotocography) alias pemeriksaan detak jantung bayi, terdapat indikasi Ben mulai kekurangan oksigen, karena beberapa kali terjadi baby silent. Kondisi ini ditandai dengan lemahnya – bahkan sempat hilang – detak jantung bayi yang terekam.
Di pagi hari Rabu itu, sekitar pukul 6 pagi, saya bangun dan ke WC untuk buang air kecil. Waktu itulah baru terlihat saya sudah mengeluarkan sedikit darah. Langsung turun bangunin Mama, yang sepertinya sudah mengantisipasi, lalu saya SMS Dokter Radit. Dokter menyuruh saya langsung ke RS Grha Kedoya untuk ketemu beliau sekitar pukul 9. Saat itu, mulesnya belum berasa.

Setiba di RSGK, saya lalu diperiksa dalam (sakitnyuaaa) oleh bidan, ternyata belum pembukaan. Kira-kira sejam kemudian Dokter datang dan periksa dalam lagi. Sudah pembukaan 1, katanya. Jadi saya sudah gak boleh pulang, dan Ben harus dikeluarkan hari ini juga, karena kekurangan oksigen tadi. CTG lagi, kali ini baby silent makin panjang. Dokter menganjurkan induksi, tapi kita masih mau tunggu sampai sore. Sekitar pukul 6 sore hasil CTG masih menunjukkan hal yang sama. Dokter pun langsung memberi instruksi: induksi!
Pukul 7 malam, para bidan bersiap-siap memasang infus induksi. Oke, mules pun mulai berasa. Gak lama, bidan kembali dan memberitahu kalau dia akan memberi infus pelunak mulut rahim sebanyak 3x, sesuai instruksi dokter. Baru infus pertama, saya sudah mulai mules kencang. Sampe saya tanya, emang gak boleh sekali aja, ini aja udah mules banget, haha. Setelah ketiga kali, saya pun mulai meriang dan menggila. Sakitnya mak! Saya sampe gemeteran gak sanggup nahan, dan pukul 9 malam, saya dimasukkan ke ruang bersalin.
Perjuangan pun dimulai. Bidan menganjurkan saya terus tidur menyamping, padahal saya sudah luar biasa pegal, dan mulesnya ampun-ampunan. Yang lebih gak tahan adalah ketika perasaan ingin ngeden itu muncul. Seolah ada yang ngedobrak di bawah sana dan saya gak kuat nahan. Salut banget sama bidan yang luar biasa sabar menghadapi saya, yang tetap tenang dan memberi pengarahan dan encouragement.
“Ibu bayangin, di dalem situ jalan berliku-liku dan si dedek, namanya siapa Bu? Oh Ben ya, bayangin Ben kebingungan di dalam sana mau keluar, kalau Ibu tenang, Ibu akan membantu Ben untuk cari jalan keluar… tenang ya Bu, Ibu harus bisa lawan rasa sakitnya… Tarik napas dari hidung, tahan, keluar dari mulut, tiup-tiup…” Kira-kira begitulah kalimat si bidan yang terus diulang-ulang selama beberapa jam itu.
Rasanya saya sudah setengah sadar waktu itu, dan lucunya, di sela-sela rasa sakit yang terus menggempur, saya bisa tiba-tiba ngantuk dan ketiduran beberapa saat. Saya tanya ke bidan, dan dia menjelaskan kalau saat kontraksi kan sakit banget, itu capek, makanya saya jadi ngantuk. Hihi, lucu juga ya, satu menit saya megap-megap, menit berikutnya leler.
Waktu berlalu saya makin tidak tahan, berkali-kali perasaan ingin ngeden itu datang, mau teriak gak boleh, saya nanya terus udah pembukaan berapa. Ketika sudah masuk pembukaan 8, yang saya cari cuma satu: DOKTER! Mana dokter, mana?! Karena saya tahu, kalo dokter sudah dateng, berarti saya sudah boleh ngeden! Sekitar pukul 12 malam kurang, Dokter Radit sampe. Dengan tenangnya beliau duduk di depan saya yang mengangkang sambil ngobrol dengan para bidan. Dokter anak jaga juga baru masuk. Tiba-tiba Dokter Radit nanya, “Bu, kemarin USG ada kelilit ga?” “Wah, gak tuh!” Ternyata tali pusar Ben melekat di sebelah kepalanya, itu yang menyebabkan Ben susah turun dan kekurangan oksigen. Dokter langsung menyuruh bidan menyiapkan vakum.
“Ayo Bu, sekarang boleh ngeden. Tarik napas dari hidung, tahaaann, berakin!” Nih ajaib juga bahasa si bidan. Apa daya, saya sudah kecapean. Lagipula saya cuma makan jagung cup, tenaga kurang. Akhirnya pada pukul 00.01, 5 Januari 2012, Ben berhasil dikeluarkan dengan bantuan vakum.
Si bayi mungil itu tampak keabuan, saya langsung panik. Apalagi tidak lama kemudian Ben langsung dibawa ke boks bayi dan dimasukkan selang ke dalam mulutnya. Belakangan saya baru tahu itu buat menyedot cairan dari dalam tubuhnya, huehehe.
Sesuai permintaan, Ben pun melakukan Inisiasi Menyusu Dini (IMD). Satu jam pertama, dia hanya berbaring di dada saya sambil merengek-rengek dan ngusel-ngusel gitu. Setelah itu, dia diangkat sebentar agar saya bisa dibersihkan. Lalu saya ditawari untuk IMD lagi. Kali ini setengah jam, dan Ben berhasil menemukan puting! Cihuy! Pukul 2 pagi, saya dimasukkan ke kamar dan istirahat.
Baru sekitar pukul 9 pagi saya dipertemukan dengan Ben lagi. Bayi kecil itu bobo mulu kerjaannya begitu nemplok di dada saya! Duh, kalo inget dulu, minggu-minggu pertama, itu perjuangan superberat untuk menyusui! Puting lecet, Ben nangis-nangis… PD bengkak… sekarang udah enak bangetttt… Ben udah jago latch-on walopun sesekali suka saya koreksi mulut bawahnya.
Ben is growing up now. Meskipun gak gembrot, tapi Ben sehat dan aktif. Anaknya ceria dan suka mengoceh. Duh, kalo liat dia lagi ngoceh sama papanya itu lucuuuu banget! J
We love you so much, Benedict Guido.




No comments: