ART
di sini adalah singkatan dari Asisten Rumah Tangga.
Dan entah
kenapa, sepertinya saya kurang berjodoh baik dengan urusan seperti ini.
Sejak
kecil, saya memang sudah akrab dengan kehadiran seorang ART di rumah. Mereka selalu
ada untuk membantu Mama, mengurus kami yang bertiga anak-anak Mama, membersihkan
rumah, dll. Mama selalu memperlakukan mereka dengan baik, gak pernah kasar, bahkan
kami diajar untuk membantu pekerjaan mereka; kalo bisa sendiri ya lakuin
sendiri.
Ketika
pindah ke Jakarta, kami tiga bersaudara tinggal serumah. Tentu dengan kehadiran
seorang ART. Ada yang harian, pernah pula yang tinggal di dalam. Hingga kurang
lebih 3 tahun yang lalu, ART harian kami yang terpercaya, Mbak Tinah, terpaksa
mundur karena lebih memilih berbakti sepenuhnya kepada adik iparnya yang sudah
banyak membantu membiayai keluarganya. Sejak saat itu, selama 2 tahun, kami
tidak menggunakan ART sama sekali. Waktu itu, yang tinggal di rumah cuma saya
dan adik saya. Kami berusaha membagi tugas membersihkan rumah, semampu dan selowongnya
kami :p
Tentu
saja, rumah sudah pasti mulai berantakan dan kurang terawat, mengingat kami
sama-sama bekerja hingga sore. Tiap kali Mama datang ke Jakarta pastilah beliau
mengoceh tentang keadaan rumah. Kasihan juga Mama, pasti tidak bisa tinggal
tenang melihat rumah. Beliau selalu menyapu-mengepel-mencuci kalau sedang di
sini.
Dan akhirnya,
ketika aku mulai hamil, memasuki bulan kedua atau ketiga, Mama memberi mandat
untuk mencari ART lagi. Mbak Tinah pun dikerahkan untuk mencari ART yang baru,
dan sekitar akhir Juni 2011, didapatlah seorang ART baru. And here the story
goes…