Sebagai
seorang penerjemah dan editor lepas, saya bertemu dengan berbagai jenis klien. Ada
yang baik, dalam pengertian tidak rewel dan pembayaran cukup memuaskan – gak pelit
dan gak lambat; ada pula yang kebalikannya.
Beberapa
bulan terakhir, sekitar bulan Juni atau Juli, saya mendapat klien baru yang katanya
dikenalkan oleh seorang teman. Klien ini, saya sebut aja Ms. L, adalah orang
Indonesia yang berbasis di Singapura. Kalau menelepon, terdengar jelas aksennya
yang masih pelo dan sangat kental aksen Mandarinnya. Awalnya, dia meminta saya
menerjemahkan sebuah buku. Saya menyanggupi untuk menyelesaikannya dalam jangka
waktu kurang lebih 1,5 bulan. Ndilalah, karena sedang hamil muda, dengan segala
intrik-intriknya seperti mual dan lelah yang bisa datang kapan saja, saya
meminta pengunduran waktu. Ms. L ini tidak mempermasalahkan, malah memberikan
saya kerjaan-kerjaan baru lagi. Lalu dia meminta saya menagih dia setiap bulan,
tentu ini memberi secercah harapan, setidaknya ada fixed income nih.
Setelah
buku itu, dia lebih banyak memberikan
job berupa terjemahan website kesehatan. Di sini mulai terasa peliknya. Pertama-tama
dia masih memberikan file berupa dokumen Word. Lama-lama, dia meminta saya
mengunjungi link-nya sendiri. Saya mulai merasa ini menyebalkan ketika dia
meminta saya mengerjakan dokumen dalam bentuk .pdf, yang mana tidak bisa saya
export ke Word, entah kenapa, dan ketika saya meminta dalam bentuk Word saja,
si Ms. L ini terkesan tidak suka dan berkata, tugas saya adalah menerjemahkan.
Gak ngerti apa karena ketika berkomunikasi via bbm atau e-mail kami menggunakan
bahasa Inggris, tapi seringkali saya menemukan apa yang saya maksud gak
nyambung dengan dia.
Belum
lagi dengan kebiasaannya yang selalu berkata, ‘This is urgent, I need it soon’
etc., tapi tiap kali saya minta penjelasan lebih lanjut, responnya tidak
se-urgent yang diimplikasikan tuh. Dia pernah mengirimi saya buku untuk
diterjemahkan –katanya, tapi sampe sekarang gak ada instruksi, juga dokumen
entah buat apa, lalu meminta saya untuk menjadi tim kerja di medianya nanti di
Jakarta, yang terus terang cukup memberi saya pengharapan dan membuat saya
senang, karena setidaknya ada aliran income terus.
Bayarannya
sih lumayan oke, tapi bisa meleset jauh dari tanggal yang dia janjikan. Memang baru
dua kali, tapi sudah cukup bikin empet, karena angka yang saya tagihkan
merupakan rekapitulasi pekerjaan 2-3 bulan. Lumayan kan? Pembayaran pertama dia
berjanji akhir bulan, taunya pertengahan bulan mendatang, itu pun setelah saya ‘ancam’
tidak mengirimkan balik buku originalnya.
Seperti
biasa, dia memberikan artikel secara beruntun, kapan pun dan berapa pun dia
mau, kadang tau-tau batal malah. Dia maunya setiap selesai saya langsung kirim,
sementara saya lebih senang setelah menerjemahkan 4-5 artikel singkat yang dia
minta, baru saya kirim sekaligus.
Mungkin
salah saya adalah mengoreksi invoice berkali-kali dan mengirimkannya pula ke
dia. Soalnya saya bingung! Saya merasa sudah bisa bikin invoice karena sudah 1
bulan, eh tau-tau dia kirim lagi kerjaan baru. Terpaksa saya koreksi invoice,
dan ini bisa berlangsung 2-3 kali.
Nah,
yang terakhir ini ternyata bermasalah. Saya sudah mengirim invoice final – buat
saya. Lalu dia mengirim artikel baru. Dari 4 artikel tersebut, saya tidak bisa menentukan
1 artikel tertentu mana yang harus diterjemahkan. Saya pun bertanya kepadanya,
artikel mana yang dimaksud. Tidak ada balasan. Beberapa waktu kemudian dia bbm,
meminta nomor rekening saya. Saya pun menanyakan lagi soal artikel. Still, no
reply. Kurang lebih ada 3x saya bertanya soal penjelasan artikel plus
pembayaran, karena dia berkata akan membayar namun tidak ada juga yang masuk ke
rekening saya. Still, no reply.
Tau-tau…
beberapa hari kemudian dia mengirim e-mail, yang intinya berkata saya tidak
perlu takut dia tidak bayar. Saya tidak perlu mengejar-ngejar dia soal
pembayaran. Dia sibuk, bla-bla-bla. Dan oya, soal 4 artikel itu, saya tidak
perlu mengerjakannya lagi, karena saya tidak kunjung mengerjakannya, dia sudah
meminta orang lain untuk melakukannya.
Jujur,
saya cukup shock! Saya merasa diremehkan, dan dipecat! Saya pun berusaha
memberi penjelasan, sekaligus sedikit mengeluhkan sikapnya yang tidak juga
memberikan penjelasan atas pertanyaan saya mengenai artikel. Sampai hari ini,
tidak ada balasan dari Ms. L. Namun hari ini, masuk transferan dari orang
bernama Ali Susanto, yang mungkin adiknya si Ms. L. Anehnya, uang yang masuk dipotong
dua ribuan dari invoice yang saya tagihkan. Yah, saya mencoba maklum, toh waktu
pembayaran pertama dia lebihkan mungkin hampir 20ribu juga tidak saya
permasalahkan. Walaupunnn… tetep dongkol, kok begini caranya.
Ya sudahlah,
so I have decided to call it a day with Ms. L.
Dia cenderung
menyalahkan saya, dan perkataannya tidak selaras dengan perbuatannya. Another
lesson learned, kalo tagihin invoice, tagih bulet aja, dan buletin ke atas!
Huehehe.
Agak sedih dan terpukul sih, karena bulan ini belum dapet klien lagi, dan saya sedang mempersiapkan kelahiran si Ben. Which also means more expenses... But, I believe he is a blessed baby boy, and above all, our Father is a loving Father who loves to bless His children, so be it unto me, be it unto us, according to His kindness.
No comments:
Post a Comment