Friday 25 April 2008

now I close my mouth when I laugh

Sejak kapan gerangan??? Aku pun tak tahu. Yang pasti, tiba-tiba aku menyadari kalau setiap kali tertawa aku refleks menutup mulutku. Kenapa? Gigiku tidak ompong, tidak keselip cabe ijo ato suwiran daging. Kenapa? Padahal dari dulu aku selalu senang tertawa dengan mulut terbuka lebar, tak takut apa-apa, tak takut terlihat konyol, tak takut terlihat gembira.

Tapi, apa yang terjadi sekarang? Dan ketika kurenung-renungkan... rasanya aku mendapat jawaban ini. Jawaban yang sebenarnya tak kuharapkan, karena aku tak pernah mengharapkan sesuatu yang terlalu mudah, simpel... I've just been hurt. Aku hanya pernah terluka, lagi, dan lagi, dan lagi, dan itu menimbulkan bekas tak terlihat tapi akan langsung mendera tubuhku dengan jutaan kenyerian setiap tersentuh.

Dan pelan-pelan, hatiku pun membeku. That's it. Aku jadi sulit percaya ada orang yang menyayangiku, mengasihiku. Buatku, perkataan mereka, tindakan mereka, itu hanya karena didasari oleh kewajiban, keharusan. Yah, sudah seharusnya begini, sudah seharusnya begitu. Tapi apakah hal itu dilakukan karena jauh dalam hati mereka, mereka menyayangiku? Karena mereka ingin yang terbaik buatku?

Nah... it's too marvelous to believe. See? Yang paling mengerikan dari hati yang pernah kecewa adalah hilangnya kemampuan untuk menerima kasih dari orang lain. Mengampuni? Gak masalah, bisa pada akhirnya. Nanti. Percaya kalo dirinya (pantas) dikasihi? Eits, tunggu dulu.... Don't you know, gue ini pernah dibilang gini-gini-gini. Gue pernah diperlakukan gitu-gitu-gitu. Yang bener? Gue ini itu-ini-itu lho.

Hmmph... kapan ini semua akan berubah? Mungkin nanti, ketika saat aku tertawa aku tidak lagi menutup mulutku.

No comments: