Friday 23 July 2010

goodbye KFC HW

Saya punya seorang teman yang sering ribut dengan tukang parkir. Entah karena merasa ditagih kebanyakan, entah karena tukang parkirnya gak becus bantu markirin mobil dia, intinya karena dia merasa dicurangi.
Nah! Saya sebenarnya tidak jauh-jauh dari dia, hehehe. Tapi sepertinya lebih bijak untuk tidak mengungkit-ungkit cerita lama, karena sebenarnya saya juga udah lupa sih :p
Well, semalam kejadian gak menyenangkan dengan tukang parkir pun terjadi lagi. Waktu itu saya, bee, Lady adiknya bee, dan Dewo, nongkrong di KFC Hayam Wuruk. Kita memang beberapa kali suka nongkrong di situ, karena selain harganya yang relatif murah, tempatnya sendiri pun cukup menyenangkan untuk berlama-lama. Yaaah… mesti tahan aja sama abege-abege khas kawasan tersebut. You know what I mean, right?

Tapi malam itu dua kejadian tidak mengenakkan sekaligus kami alami. Yang pertama, lagi asyik-asyiknya kami cekakakan mendengar cerita kocak tentang teman-teman sekantor Lady, tiba-tiba seorang anak kecil kumuh sudah berdiri di samping meja kami sambil menadahkan tangan. Kami semua kaget dan terperangah. Belum pernah sebelumnya ada kejadian seperti ini! Dan lagipula kami sedang berada di lantai 2, kok bisa dia menerobos hingga ke atas sini? Anak tersebut memandangi BlackBerry yang bertebaran di meja dan selembar uang lima ribu di sebelah nampan kami. Karena tak enak terus dilihati, sang pemilik uang, Dewo, pun menyerahkan uang tersebut kepada si anak. Tanpa mengucapkan terima kasih, anak itu ngeloyor dan berpindah ke meja lain. Saya mulai merasa ilfil. Tapi, ya sudahlah.
Peristiwa kedua tentunya berkenaan dengan tukang parkir di tempat makan cepat saji itu. Bee sudah mengeluarkan uang seribu rupiah untuk membayar parkir motor. Tapi karena terpikir untuk sekalian membayari parkir motor Lady, saya minta seribu lagi. Bee pun memberikan uang dua ribu. Tukang parkir menerima tanpa berkata apa-apa. Saya memberitahu Lady, “Udah ya.” Lady pun menimpali, “Gua udah bayar kok tadi.”Lha! Saya pun langsung meminta kembali uang tersebut. Eeh, tak disangka, si tukang parkir dengan juteknya menjawab, “Ini sebenernya masih kurang seribu. Tiga ribu buat dua motor.” “Lho, satu motor parkirnya berapa?” tanya saya.
“Dua ribu,” jawabnya setelah berpikir sejenak. Kurang ajar.
“Sejak kapan?! Sini balikin uangnya!” saya mulai gemas, dan perdebatan pun dimulai. Namun si tukang parkir sama sekali tidak mau mengalah, bahkan sampai terakhir, karena Bee sudah mulai melaju, saya menunjuk dia dan berkata, “Gak bener nih orang.” Dia segera membalas, “Biarin!”
Asli, saya kepengen banget turun dan nendangin dia. Beneran. Sayangnya Bee sudah lebih cepat membawa motornya pergi.
Sepanjang perjalanan pulang itu, saya mencoba menenangkan amarah di dalam hati. Saya coba pikirkan kalimat-kalimat ‘kutuk’ yang pantas untuk orang itu. Saya berharap dia kena sakit parah, saya berharap dia kena musibah! Lalu nurani saya menegur, “Hanya karena uang seribu, kamu mengucapkan kutuk atas orang lain? Rugi seribu perak tidak akan membuatmu jatuh miskin!” Lalu saya teringat sebuah kalimat yang tukang parkir itu ucapkan dalam perdebatan tadi. Kalimatnya sederhana, “Kalian di dalam bisa makan asyik-asyik…”Dan saya terbayang, betapa getir makna di balik ucapan sederhana itu.
“Kalian di dalam bisa ketawa-ketawa, gue di sini kerja seharian penuh juga mungkin gak bisa ngajak anak istri gue makan di sini!”
“Kalian bisa nenteng-nenteng bebe ke mana-mana, gue beliin pakaian yang bagus buat anak gue aja susah!”
“Kalian bisa beli makanan semahal itu, kenapa uang seribu aja kalian permasalahin?”
Kalimat yang lahir dari hati yang pahit.
Lalu saya terbayang… mungkin di rumahnya sudah menunggu istri dan anak-anaknya. Itu pun kalau dia punya rumah yang layak, dengan jumlah dan fungsi ruangan yang semestinya ada dalam sebuah rumah. Dan kalau bapak tukang parkir itu beneran sakit, misalnya stroke, gara-gara permintaan saya, betapa kasihan keluarganya!
Hati saya langsung berbalik 180 derajat. Saya berdoa, meskipun dia mendapatkannya dengan cara yang gak baik, semoga bisa menambah berkat dalam hidupnya. Fiuh… malam itu pun saya bisa lewati dengan hati yang tenang.
And by the way, I will not return to that place anymore. J

No comments: