Wednesday 25 May 2016

[Review] KIUBI WAXING STUDIO

 Mumpung lagi mumet sama kerjaan, yuk nge-review.
Selama kurang lebih dua tahun terakhir, saya rajin nge-wax bulu kaki (lower legs). Setelah 3 kali ganti produk, akhirnya saya menjatuhkan hati pada produk ini.
Nah, menjelang ulang tahun saya bulan ini, terpikirlah untuk menggunakan jasa waxing studio. Boleh dong, sesekali ngerasain layanan waxing profesional. Lagipula kalo nge-wax sendiri suka ribet pas bagian betis, suka gak keliatan, bok.
Jadilah awal bulan lalu, tepatnya 6 Mei, pada hari libur yang indah, setelah merayu-rayu suami, saya pun diantar ke Kiubi Waxing Studio.
Kenapa pilih di sana, karena:
1.     Lokasi dekat rumah
2.     Harganya paling murah dibandingkan yang lain. Sempet naksir satu waxing studio, tapi lokasinya jauh dan harganya dua kali lipat Kiubi untuk layanan yang saya inginkan. Pankapan saya coba deh di situ, soalnya bahan wax-nya digadang-gadang lebih baik daripada sugar wax, yang selama ini saya gunakan dan juga dipakai di Kiubi.


Kiubi Waxing Studio (KWS) menempati sebuah ruko mungil yang bersebelahan dengan soto kambing Pak Dudung yang legendaris itu. Benar-benar mungil tempatnya.
Pertama, saya memastikan durasi layanan yang saya inginkan (half legs, atau hap lek, kata si mbak KWS), supaya bisa janjian jam dijemput suami. Lalu, saya diantar masuk ke satu bilik kecil. Biliknya sempit, apa mungkin badan saya yang ginak ginuk ya, jadi pas mau buka celana atau putar kiri putar kanan, itu agak canggung rasanya. Takut roboh biliknya :(
Lalu saya naik ke dipan dengan setengah memanjat, soalnya tidak disediakan tangga kecil atau stool untuk pijakan. Yah, atau mungkin kaki saya yang kelewat pendek kali :(
Tanpa basa-basi, si mbak yang lagi pilek dan mengenakan masker itu langsung memulai ritual.
Jujur, tadinya saya mengharapkan si mbak bisa menjelaskan layanan yang sedang diberikan, apa yang sedang dia lakukan, dsb. Jatuhnya jadi saya yang tanya-tanya, itu lagi ngapain mbak, saya lagi dipakein apa mbak. Si mbak juga tidak mempromosikan layanan lain, bagi saya ini agak disayangkan, ya. Pegawai salon kompleks rumah saja rajin lho memasarkan layanan mereka, contohnya, “Potong doang nih, Ci’? Gak sekalian krembat? Kita juga punya manicure pedicure, ada cat rambut juga, Ci’.” Meskipun sering kali saya dengan tabah menolak semua tawaran itu, ada kalanya saya terpikir, ih boleh juga nih krembong, mumpung lagi ada duit, hohohoho. Ya, sayang sekali mbak KWS sepertinya kurang berinisiatif memasarkan layanan mereka.
Waktu mulai waxing, saya melihat si mbak sudah melepaskan maskernya dan mulai srat srot srat srot. Saya bukan orang yang supergelian, tapi suara itu lumayan mengganggu, dan imajinasi liar saya adalah bagaimana jika setetes ingus terjatuh ke wax yang sedang saya pakai?! Tapi tidak, saya tetap menabahkan hati dan membiarkan semua ini terjadi.
Si mbak KWS menyarankan saya bermain hp supaya tidak bosan. Tapi sebagai first timer, saya lebih senang mengamati dan bertanya.
Sugar wax-nya dipanaskan dahulu, lalu sebelum mengaplikasikannya, si mbak meniup-niupnya. Jujur saya agak ilfil, mengingat kondisi si mbak yang lagi pilek, tetapi yaaaa... sudahlah, toh yang kena kaki doang ini *menghibur diri*. Cuma jadi agak lucu sih, mengingat di salah satu komen IG mereka, seorang customer memuji betapa higienisnya tempat ini, lalu si pemilik membalas dengan semangat dan menyatakan bahwa mereka memang sangat fuss over cleanliness/hygiene atau semacamnya. Hm. 
Waktu si mbak mencabut bulu-bulu di jari-jari kaki, saya merasakan gatal. Memang, setiap waxing, selalu di bagian itu terasa gatal. Entah kenapa. Saya pun nyeletuk, “Tiba-tiba gatel, Mbak, di situ.” Si mbak menjawab, “Iya, ada orang yang begitu. Nih juga banyak merah-merah di kakinya.” Dia menunjukkan beberapa titik merah di kaki saya.
“Itu apa, Mbak? Ingrown?” tanya saya.
“Iya, Mbak,” jawab si mbak tenang, “Bulu yang tumbuh ke dalam, kan?”
Saya terkejut. Pertama, karena tidak mengharapkan dalam layanan profesional begini ada celah untuk ingrown hair. Kedua, si mbak kok tenang banget mengiyakannya, apakah dia tidak tahu, ingrown hair itu bagaikan barang haram dalam waxing?
Si mbak kemudian menenangkan, “Nanti juga ilang sendiri, kok.”
Memang, sebelum prosesi selesai, bintik-bintik merah itu sudah hilang. Jadi, sepertinya si mbak salah persepsi.
Setelah pencabutan selesai, saya masih disuruh tengkurap. Tak lama saya merasa kaki saya senat-senut, terdengar suara cetak cetuk. Setelah balik badan, barulah saya lihat ternyata si mbak lagi thread sisa-sisa bulu. Lagi-lagi, tanpa diinformasikan sebelumnya.
Overall, saya cukup puas dengan hasilnya. Per tanggal hari ini, 25 Mei, bulu yang tumbuh relatif lebih sedikit dibandingkan jika saya waxing sendiri.
Apakah akan menggunakan jasa KWS lagi?
Hm. Bisa ya, bisa tidak.
Anyhow, saya berharap KWS bisa meningkatkan layanannya, bisa terus bertahan, amin!






1 comment:

Kiubi Studio said...

Halo Mba, terima kasih atas honest review nya. Konsep kami dari awal adalah menyediakan tempat waxing yang affordable, professional dan bersih, dan kami akan terus berusaha meningkatkan pelayanan bagi para customer. Review mba akan kami tindak lanjuti dengan staff kami, dan tentu saja pelayanan tersebut tidak mencerminkan apa yang kami harapkan sebagai owner.

Salam,
Kiubi Waxing Studio