Mumpung lagi mumet sama kerjaan, yuk nge-review.
Selama kurang lebih dua tahun terakhir, saya rajin nge-wax bulu kaki (lower legs). Setelah 3 kali ganti produk, akhirnya saya menjatuhkan
hati pada produk ini.
Nah, menjelang ulang tahun saya bulan ini, terpikirlah untuk
menggunakan jasa waxing studio. Boleh
dong, sesekali ngerasain layanan waxing
profesional. Lagipula kalo nge-wax
sendiri suka ribet pas bagian betis, suka gak keliatan, bok.
Jadilah awal bulan lalu, tepatnya 6 Mei, pada hari libur yang
indah, setelah merayu-rayu suami, saya pun diantar ke Kiubi Waxing Studio.
Kenapa pilih di sana, karena:
1.
Lokasi dekat rumah
2.
Harganya paling murah
dibandingkan yang lain. Sempet naksir satu waxing
studio, tapi lokasinya jauh dan harganya dua kali lipat Kiubi untuk layanan
yang saya inginkan. Pankapan saya coba deh di situ, soalnya bahan wax-nya digadang-gadang lebih baik
daripada sugar wax, yang selama ini
saya gunakan dan juga dipakai di Kiubi.
Kiubi Waxing Studio (KWS) menempati sebuah ruko mungil yang
bersebelahan dengan soto kambing Pak Dudung yang legendaris itu. Benar-benar
mungil tempatnya.
Pertama, saya memastikan durasi layanan yang saya inginkan (half legs, atau hap lek, kata si mbak
KWS), supaya bisa janjian jam dijemput suami. Lalu, saya diantar masuk ke satu
bilik kecil. Biliknya sempit, apa mungkin badan saya yang ginak ginuk ya, jadi
pas mau buka celana atau putar kiri putar kanan, itu agak canggung rasanya.
Takut roboh biliknya :(
Lalu saya naik ke dipan dengan setengah memanjat, soalnya tidak
disediakan tangga kecil atau stool untuk
pijakan. Yah, atau mungkin kaki saya yang kelewat pendek kali :(
Tanpa basa-basi, si mbak yang lagi pilek dan mengenakan masker itu
langsung memulai ritual.
Jujur, tadinya saya mengharapkan si mbak bisa menjelaskan layanan
yang sedang diberikan, apa yang sedang dia lakukan, dsb. Jatuhnya jadi saya
yang tanya-tanya, itu lagi ngapain mbak, saya lagi dipakein apa mbak. Si mbak
juga tidak mempromosikan layanan lain, bagi saya ini agak disayangkan, ya.
Pegawai salon kompleks rumah saja rajin lho memasarkan layanan mereka,
contohnya, “Potong doang nih, Ci’? Gak sekalian krembat? Kita juga punya
manicure pedicure, ada cat rambut juga, Ci’.” Meskipun sering kali saya dengan
tabah menolak semua tawaran itu, ada kalanya saya terpikir, ih boleh juga nih
krembong, mumpung lagi ada duit, hohohoho. Ya, sayang sekali mbak KWS
sepertinya kurang berinisiatif memasarkan layanan mereka.
Waktu mulai waxing, saya
melihat si mbak sudah melepaskan maskernya dan mulai srat srot srat srot. Saya
bukan orang yang supergelian, tapi suara itu lumayan mengganggu, dan imajinasi
liar saya adalah bagaimana jika setetes ingus terjatuh ke wax yang sedang saya pakai?! Tapi tidak, saya tetap menabahkan hati
dan membiarkan semua ini terjadi.
Si mbak KWS menyarankan saya bermain hp supaya tidak bosan. Tapi
sebagai first timer, saya lebih
senang mengamati dan bertanya.
Sugar wax-nya dipanaskan dahulu, lalu sebelum mengaplikasikannya, si mbak meniup-niupnya. Jujur saya agak ilfil, mengingat kondisi si mbak yang lagi pilek, tetapi yaaaa... sudahlah, toh yang kena kaki doang ini *menghibur diri*. Cuma jadi agak lucu sih, mengingat di salah satu komen IG mereka, seorang customer memuji betapa higienisnya tempat ini, lalu si pemilik membalas dengan semangat dan menyatakan bahwa mereka memang sangat fuss over cleanliness/hygiene atau semacamnya. Hm.
Sugar wax-nya dipanaskan dahulu, lalu sebelum mengaplikasikannya, si mbak meniup-niupnya. Jujur saya agak ilfil, mengingat kondisi si mbak yang lagi pilek, tetapi yaaaa... sudahlah, toh yang kena kaki doang ini *menghibur diri*. Cuma jadi agak lucu sih, mengingat di salah satu komen IG mereka, seorang customer memuji betapa higienisnya tempat ini, lalu si pemilik membalas dengan semangat dan menyatakan bahwa mereka memang sangat fuss over cleanliness/hygiene atau semacamnya. Hm.
Waktu si mbak mencabut bulu-bulu di jari-jari kaki, saya merasakan
gatal. Memang, setiap waxing, selalu
di bagian itu terasa gatal. Entah kenapa. Saya pun nyeletuk, “Tiba-tiba gatel,
Mbak, di situ.” Si mbak menjawab, “Iya, ada orang yang begitu. Nih juga banyak
merah-merah di kakinya.” Dia menunjukkan beberapa titik merah di kaki saya.
“Itu apa, Mbak? Ingrown?”
tanya saya.
“Iya, Mbak,” jawab si mbak tenang, “Bulu yang tumbuh ke dalam,
kan?”
Saya terkejut. Pertama, karena tidak mengharapkan dalam layanan
profesional begini ada celah untuk ingrown
hair. Kedua, si mbak kok tenang banget mengiyakannya, apakah dia tidak
tahu, ingrown hair itu bagaikan
barang haram dalam waxing?
Si mbak kemudian menenangkan, “Nanti juga ilang sendiri, kok.”
Memang, sebelum prosesi selesai, bintik-bintik merah itu sudah
hilang. Jadi, sepertinya si mbak salah persepsi.
Setelah pencabutan selesai, saya masih disuruh tengkurap. Tak lama
saya merasa kaki saya senat-senut, terdengar suara cetak cetuk. Setelah balik
badan, barulah saya lihat ternyata si mbak lagi thread sisa-sisa bulu. Lagi-lagi, tanpa diinformasikan sebelumnya.
Overall, saya cukup puas dengan hasilnya. Per tanggal hari ini, 25 Mei,
bulu yang tumbuh relatif lebih sedikit dibandingkan jika saya waxing sendiri.
Apakah akan menggunakan jasa KWS lagi?
Hm. Bisa ya, bisa tidak.
Anyhow, saya berharap KWS bisa meningkatkan layanannya, bisa terus
bertahan, amin!
1 comment:
Halo Mba, terima kasih atas honest review nya. Konsep kami dari awal adalah menyediakan tempat waxing yang affordable, professional dan bersih, dan kami akan terus berusaha meningkatkan pelayanan bagi para customer. Review mba akan kami tindak lanjuti dengan staff kami, dan tentu saja pelayanan tersebut tidak mencerminkan apa yang kami harapkan sebagai owner.
Salam,
Kiubi Waxing Studio
Post a Comment