Wednesday 15 September 2010

resepsi vs pemberkatan

“Tar kalo lu merit, harus undang gua ya… ke resepsinya juga lho!”
Begitulah request seorang temen waktu mendengar rencana pernikahan saya akhir tahun ini.
“Kenapa lu gak dateng ke resepsinya si Andhy?” tanya seorang teman, di kesempatan yang lain.
“Kan tadi pagi udah ke pemberkatannya…” jawab saya santai.
“Tapi kenapa ke resepsinya?” si teman masih ngotot.
“Iya, capek seharian. Kan udah ke pemberkatan juga,” jawab saya gak mau kalah.
Dari raut si teman, saya tahu, dia masih menyimpan tanda tanya besar, mengapa saya tidak menghadiri resepsi teman kita itu??

Beberapa kejadian – termasuk yang di atas – menggelitik saya dengan fakta ini, resepsi atau pesta makan malam, telah menjadi sesuatu yang begitu penting dan sangat signifikan dalam sebuah pernikahan, khususnya di Indonesia – lebih spesifik lagi, di Jakarta.
Orang-orang yang diundang ke pemberkatan dan resepsi, cenderung memilih hadir di resepsi. Entah karena dapet makanan gratis/murah (tergantung jumlah angpao), entah karena bisa eksis – dandan, foto-foto, ketemu gebetan, publish gebetan, bikin cemburu gebetan, dll.
Suatu kali saya bertanya kepada seorang teman, “Menurut lu, kenapa sih orang lebih suka dateng ke resepsi? Emang kalo gak ada resepsi itu gak sah ya meritannya?”
Sambil tersenyum tersipu-sipu, dia menjawab, “Mungkin kalo gak ke resepsi itu kayanya gak sah gitu lho. Gak berasa meritannya.” Well, dia sendiri terkenal dengan record-nya yang bisa membawa 5-6 orang – di luar daftar undangan – ke resepsi-resepsi, so yeah.
Buat saya pribadi, saya lebih suka hadir di pemberkatan nikah. Buat saya, justru itulah momen pengesahan sebuah pasangan dinyatakan satu, sebagai suami istri. Dan saat itu adalah momen sakral yang tidak bisa diulang lagi. Saya ingin waktu hari pernikahan saya, momen itu bisa saya bagi bersama orang-orang terdekat saya, yang saya kasihi dan mengasihi saya.
Lihatlah sekarang, orang-orang berlomba merias resepsi mereka. Mulai dari mengundang MC terkenal, menggunakan jasa WO, melakukan foto-foto pre-wedding yang heboh, dsb dsb. Nothing’s wrong with that! Sungguh, saya gak mau menyinyiri orang-orang yang melakukan itu. Kalau saya bisa dan mau, mungkin saya pun akan melakukan hal-hal itu. Siapa sih yang gak mau pesta pernikahannya bisa dikenang orang dan mendapat pujian berember-ember? Siapa sih yang gak mau keindahan cinta mereka yang terpatri lewat foto-foto romantis (jangan lupa efek photoshop) dikagumi oleh para tamu?
Tapi… saya lebih kepingin menghadirkan kesaksian kasih yang gak sekedar dikagumi, namun diteladani oleh orang-orang yang hadir. Saya ingin para undangan bisa melihat dan merasakan kebaikan, anugerah, kesabaran dan kasih Tuhan pada kami berdua. Bukan lewat pesta yang mahal, bukan lewat foto-foto yang megah, tapi lewat kehadiran-Nya sendiri ketika kelak gembala nikah meresmikan hubungan kami sebagai suami-istri di hadapan Tuhan, keluarga, para sahabat dan pemimpin.


Anyone can come up to your wedding reception, even people that you don’t know.
But to present at your wedding holy ceremony, I bet, they will be friends, who love you and care for you. 


No comments: