Tuesday 17 February 2015

Samosir -Medan Trip (3)



Sabtu, 14 Februari 2015
Pukul 09.20, kami dijemput kapal menuju Parapat. 1 jam lebih perjalanan sambil menjemput penumpang lain, kami turun di pelabuhan, dan langsung bertemu dengan agen travel yang sudah kami pesan, Bagus Taxi. Kami menegaskan untuk minta bangku tengah, apalagi setelah melihat ada 3 orang bule yang memesan mobil yang sama. Mereka kan badannya besar, takutnya mereka langsung mengambil tempat di tengah. Untunglah agen travel mau bekerja sama, “Mereka juga baru pesan tiket, kan!” demikian kata si abang. Sambil menunggu waktu keberangkatan, kami pergi ke sebuah warung kopi bernama De Karo, dan membeli kopi giling kasar 1 kilogram dan sebuah VCD lagu-lagu Batak. Si kakek pemilik warung tampak ramah dan dengan senang hati melayani kami. Warung kopi itu tampak apik dengan berbagai stiker nama negara menghiasi sudut-sudutnya, dan isinya pun kebanyakan bule. Kami meninggalkan warung itu dengan hati riang. Setiba di Jakarta, Aries iseng menimbang bungkusan kopi, dan fakta menunjukkan bahwa si kakek mengurangi 100 gr dari hak kami. Kampret.

Perjalanan kali ini lebih nyaman, mungkin karena saya juga sudah tahu untuk tidak makan sebelum berkendara jauh. Aries bertanya apakah ada waktu berhenti makan, si supir agak ragu mengiyakan. Dan benar, sudah jam 2 siang, mobil tak ada tanda-tanda berhenti. Ben mulai rewel dan mengamuk. Saya sengaja bicara dengan lantang, “Aduh, Ben laper yaaa….” Aries kembali bertanya ke si supir. Akhirnya kami berhenti di sebuah warung makan yang cukup besar. Saya buru-buru memesankan ayam goreng dan semangkuk sup. Ben makan dengan lahap. Aries yang tadinya bilang bisa tahan sampe jam 3 sore pun ikut menyantap sup. Ini rekor makan Ben, gak nyampe 10 menit, tandas licin. Saya juga rada ngebut nyuapinnya. Sepertinya masih ada mental jajahan karena tak enak membiarkan bule-bule dengan jam makan yang jelas beda dengan orang Indonesia itu menunggu. But whatever, yang terpenting saat itu anak gue makan!
Pukul 5, kami sudah memasuki Medan yang muacet. Mungkin karena itu hari Valentine yang jatuh di malam minggu. Setiba di Medan, supir berganti orang. Nah, supir yang kedua ini jauh lebih asyik. Hanya setengah jam bersamanya, dia sudah bercerita banyak sekali tentang Medan. Di Medan, kami menginap di Soechi International Hotel (review bisa dibaca di sini).
Malamnya, kami makan di jalan Selat Panjang. Buat yang tidak masalah dengan makanan non-halal, cobalah mie pangsit Tiong Sim, mantap. Harganya 33 ribu per mangkuk. Pangsitnya gede, mie-nya tipis. Hecie-nya juga enak, kalo di Jakarta, di daerah Glodok, hecie ini mirip dengan yang namanya rujak shanghai. Tapi hecie isinya ada udang gede satu, bola kepiting, juga babi.

Minggu, 15 Februari 2015.
Pukul 09.30, kami bersiap dijemput mobil shuttle gratis dari hotel menuju KNIA. Hanya 45 menit, kami sudah tiba.
Masih ingat kesan pertama saya? Semuanya runtuh begitu saya masuk ke ruang departure. Yasalam. Mungkin mereka mencoba meniru Changi atau LCCT Malaysia, tapi tapi tapi tapi…. Ini kok jatuhnya malah kayak pasar…. Orang banyak banget, dan saya hampir yakin mereka ini datang bukan dengan tujuan ingin terbang, tapi untuk piknik. Ada yang ngemper sambil makan nasi bungkus, ada yang ngerokok dengan santai. Tak banyak yang bisa dilihat di sini, kecuali Anda gila belanja. Toko-toko yang ada pun ya gitu deh. Indomaret adalah kunci, karena itu saya sangat bersyukur ada dia nyempil di sini. Beli oleh-oleh buat kantor Aries berupa bolu Meranti dengan harga 75 ribu. Tidak betah lama-lama, saya mengajak Aries turun, ke kawasan boarding. Masuk ke kawasan ini seperti pindah ke planet lain. Sepi, tenang, beradab, dan tanpa AC. Or, at least, that was how I felt. Ada playground gratis yang disediakan, dan Ben dengan gembira lari-larian di sana. I honestly can’t imagine should the playground was placed on the upper floor, where people were happily camp.
Pukul 12, kami pun masuk ke pesawat. Selamat tinggal, Medan!



No comments: