Tuesday 17 February 2015

Samosir-Medan Trip (2)

Tuk-Tuk Hari 1
Kami tiba di penginapan sekitar pukul 6 malam, pihak hotel mempersilakan kami bersantai terlebih dulu. Aries memutuskan untuk nyebur dan membawa Ben. Sayangnya, Ben mungkin masih belum fit (habis demam sebelum pergi), dia pun menangis meronta-ronta, akhirnya menolak masuk danau hingga hari terakhir L Lumayan ngeri juga sih kalo gak bisa berenang, soalnya arusnya rada kenceng dan dalam. Sepertinya kami adalah satu-satunya tamu orang lokal alias sesama orang Indonesia. Lainnya bule, tapi sepertinya kebanyakan mereka bukan English speaker. Buku-buku yang disediakan di rak restoran pun 98% berbahasa non Inggris :D Entahlah itu bahasa apa, mungkin Jerman. Oya, ada satu buku berbahasa Indonesia: Pelajaran Geografi untuk kelas 5 SD. Entah tahun berapa buku itu. Kami berjalan-jalan sebentar, tapi tidak menemukan apa-apa, dan karena hari sudah makin gelap, kami pun kembali ke kamar.


Tuk-Tuk Hari 2 – 13 Februari 2015
Setelah mengumpulkan tenaga kembali dan memperoleh informasi tambahan dari teman yang asli Samosir, kami pun menyewa motor untuk berkeliling. Sewa motor di sini 120 ribu per hari (siang hingga malam), kalo malam, dihitung 35 ribu per jam. Kami mendapat motor matic, bensin diisi penuh oleh pihak hotel.
Kami langsung menuju ke arah Pangururan, ingin mengunjungi kota kelahiran teman kami itu. Harus coba mie gomak, katanya, jadi kami mencari mie yang katanya merupakan sarapan wajib orang sana. 1 jam lebih perjalanan, tibalah kami di Pangururan, dan bertemu dengan rumah makan sederhana yang menyediakan mie gomak seharga 10 ribu. Pemiliknya ternyata mantan guide, dan memberi kami info-info tambahan menarik. Dia juga kenal dengan teman kami, berhubung bapak teman kami ini luar biasa terkenal di sana. “Kalo mau ke Tomok lewat sini lagi aja, Ko. Kalo lewat jalan lain itu bisa, tapi lebih jauh dan jalannya jelek. Kasian nanti anaknya,” nasihat si eks guide yang kini menjadi “tukang lontong” – demikian canda istrinya.
Tentu saja bukan Aries namanya kalau dia mau mendengar nasihat orang lain semudah itu. Setelah berhenti sebentar di Danau Sidihoni (danau di atas danau) – yang ternyata angker itu – kami pun melanjutkan perjalanan, ke Tomok lewat jalan alternatif.
Pertama-tama kami melintasi perkampungan, masih ramai orang, banyak anak kecil yang baru pulang sekolah, dan tampak kegirangan melihat kami. Dengan semangat mereka mengulurkan tangan untuk toss dengan Aries. Sepanjang perjalanan, kami pasti dipandangi dengan tatapan kagum. “Mungkin mereka jarang lihat turis kali ya,” komentar Aries dengan pede.
2 jam kemudian kami tahu apa alasannya.
Mereka memandangi kami dengan takjub karena mereka heran kok ada orang yang sedemikian bodohnya naik motor matic memasuki hutan antah-berantah yang jalannya masih berbatu-batu tanpa siapa pun yang bisa ditanyai jalan dan tanpa sinyal pula.
Yak, betul! Kami menembus hutan selama 2 jam tanpa kepastian. Hanya plang “Tomok” yang kami lihat setiap jam yang memberi kami harapan, ada jalan keluar di ujung sana.
Singkat cerita, kami berhasil keluar hutan. Masuk jalan aspal, ban motor bocor. Butuh 4 km lagi untuk tiba di Tomok dan mencari tukang tambal. Praise the Lord, ini tidak terjadi saat kami masih di dalam hutan.
Tambal ban dikenai dengan harga murah, 32 ribu saja. Di Jakarta bisa 60 ribu, kata Aries.
Kami yang sudah kelaparan pun mampir di rumah makan yang menyediakan BPK dan ikan bakar. Sambalnya tidak seenak yang dulu saya makan di Pekanbaru. BPK dan nasi dihargai 18 ribu, ikan mujair ukuran besar dan nasi dikenai 20 ribu.
Tomok ternyata tak sebesar yang saya kira. Toko juga banyak yang tutup, mungkin karena bukan masa liburan. Tidak berlama-lama di Tomok, kami kembali memacu motor menuju Tuk-Tuk, lewat Lingkar Tuk-Tuk.
Banyak rumah makan dan toko yang terang-terangan menyediakan “magic mushroom”. Banyak penginapan berderet di sana, dan tibalah kami di salah satu hotel paling ujung, MasCot, yeay. Oh ya, kopi susunya enak. Must try. Sup ayamnya juga enakkk, dengan bumbu yang kaya dan daging ayam yang banyak.

Kami memutuskan untuk menyewa mobil langsung dari Parapat menuju Medan, karena rasanya tak sanggup lagi berpindah-pindah kendaraan, apalagi kondisi Ben juga masih belum oke. Kasian kamu, Nak. Sewa mobil dengan waktu tempuh sekitar 5 jam ini adalah 120 ribu per orang. Ben kami sewakan satu tempat, agar dia bisa tidur selonjoran.

-to be continued-



No comments: