Tuk-Tuk Hari 1
Kami tiba di penginapan sekitar pukul 6
malam, pihak hotel mempersilakan kami bersantai terlebih dulu. Aries memutuskan
untuk nyebur dan membawa Ben. Sayangnya, Ben mungkin masih belum fit (habis
demam sebelum pergi), dia pun menangis meronta-ronta, akhirnya menolak masuk
danau hingga hari terakhir L Lumayan ngeri juga sih kalo gak bisa berenang, soalnya
arusnya rada kenceng dan dalam. Sepertinya kami adalah satu-satunya tamu orang
lokal alias sesama orang Indonesia. Lainnya bule, tapi sepertinya kebanyakan
mereka bukan English speaker.
Buku-buku yang disediakan di rak restoran pun 98% berbahasa non Inggris :D
Entahlah itu bahasa apa, mungkin Jerman. Oya, ada satu buku berbahasa
Indonesia: Pelajaran Geografi untuk kelas 5 SD. Entah tahun berapa buku itu.
Kami berjalan-jalan sebentar, tapi tidak menemukan apa-apa, dan karena hari
sudah makin gelap, kami pun kembali ke kamar.
Tuk-Tuk Hari 2 – 13 Februari 2015
Setelah mengumpulkan tenaga kembali dan
memperoleh informasi tambahan dari teman yang asli Samosir, kami pun menyewa
motor untuk berkeliling. Sewa motor di sini 120 ribu per hari (siang hingga
malam), kalo malam, dihitung 35 ribu per jam. Kami mendapat motor matic, bensin diisi penuh oleh pihak
hotel.
Kami langsung menuju ke arah Pangururan,
ingin mengunjungi kota kelahiran teman kami itu. Harus coba mie gomak, katanya,
jadi kami mencari mie yang katanya merupakan sarapan wajib orang sana. 1 jam
lebih perjalanan, tibalah kami di Pangururan, dan bertemu dengan rumah makan
sederhana yang menyediakan mie gomak seharga 10 ribu. Pemiliknya ternyata
mantan guide, dan memberi kami
info-info tambahan menarik. Dia juga kenal dengan teman kami, berhubung bapak
teman kami ini luar biasa terkenal di sana. “Kalo mau ke Tomok lewat sini lagi
aja, Ko. Kalo lewat jalan lain itu bisa, tapi lebih jauh dan jalannya jelek.
Kasian nanti anaknya,” nasihat si eks guide
yang kini menjadi “tukang lontong” – demikian canda istrinya.
Tentu saja bukan Aries namanya kalau dia
mau mendengar nasihat orang lain semudah itu. Setelah berhenti sebentar di
Danau Sidihoni (danau di atas danau) – yang ternyata angker itu – kami pun
melanjutkan perjalanan, ke Tomok lewat jalan alternatif.
Pertama-tama kami melintasi
perkampungan, masih ramai orang, banyak anak kecil yang baru pulang sekolah,
dan tampak kegirangan melihat kami. Dengan semangat mereka mengulurkan tangan
untuk toss dengan Aries. Sepanjang perjalanan, kami pasti dipandangi dengan
tatapan kagum. “Mungkin mereka jarang lihat turis kali ya,” komentar Aries
dengan pede.
2 jam kemudian kami tahu apa alasannya.
Mereka memandangi kami dengan takjub
karena mereka heran kok ada orang yang sedemikian bodohnya naik motor matic memasuki hutan antah-berantah yang
jalannya masih berbatu-batu tanpa siapa pun yang bisa ditanyai jalan dan tanpa
sinyal pula.
Yak, betul! Kami menembus hutan selama 2
jam tanpa kepastian. Hanya plang “Tomok” yang kami lihat setiap jam yang
memberi kami harapan, ada jalan keluar di ujung sana.
Singkat cerita, kami berhasil keluar
hutan. Masuk jalan aspal, ban motor bocor. Butuh 4 km lagi untuk tiba di Tomok
dan mencari tukang tambal. Praise the
Lord, ini tidak terjadi saat kami masih di dalam hutan.
Tambal ban dikenai dengan harga murah,
32 ribu saja. Di Jakarta bisa 60 ribu, kata Aries.
Kami yang sudah kelaparan pun mampir di
rumah makan yang menyediakan BPK dan ikan bakar. Sambalnya tidak seenak yang
dulu saya makan di Pekanbaru. BPK dan nasi dihargai 18 ribu, ikan mujair ukuran
besar dan nasi dikenai 20 ribu.
Tomok ternyata tak sebesar yang saya
kira. Toko juga banyak yang tutup, mungkin karena bukan masa liburan. Tidak
berlama-lama di Tomok, kami kembali memacu motor menuju Tuk-Tuk, lewat Lingkar
Tuk-Tuk.
Banyak rumah makan dan toko yang
terang-terangan menyediakan “magic
mushroom”. Banyak penginapan berderet di sana, dan tibalah kami di salah
satu hotel paling ujung, MasCot, yeay. Oh ya, kopi susunya enak. Must try. Sup ayamnya juga enakkk,
dengan bumbu yang kaya dan daging ayam yang banyak.
Kami memutuskan untuk menyewa mobil
langsung dari Parapat menuju Medan, karena rasanya tak sanggup lagi
berpindah-pindah kendaraan, apalagi kondisi Ben juga masih belum oke. Kasian
kamu, Nak. Sewa mobil dengan waktu tempuh sekitar 5 jam ini adalah 120 ribu per
orang. Ben kami sewakan satu tempat, agar dia bisa tidur selonjoran.
-to be continued-
No comments:
Post a Comment