Kamis, 12 Februari, pukul 6 pagi, kami
bersiap meninggalkan Jakarta melalui bandara Soekarno-Hatta. Taksi BlueBird
yang kami pesan datang tepat waktu, dan mengantarkan kami tiba di bandara
kurang lebih 45 menit lamanya. Karena sudah mobile
check-in, saya langsung menuju counter
Garuda Indonesia yang paling sepi
(dengan tulisan waiting list passengers)
dan menunjukkan ponsel saya pada petugas di sana. Tepatnya, isi SMS yang saya
terima dari Garuda. Tak sampai 5 menit, boarding
pass pun saya terima.
Perjalanan dengan Garuda selalu
menyenangkan. Saya nonton film Tabula Rasa (2014) hampir sepanjang perjalanan,
sayang belum selesai, pesawat sudah mendarat di Kuala Namu International
Airport. Kesan pertama saya saat menginjakkan kaki di sini, wah, gede dan mewah
banget. Saya harus menjelajahinya nanti waktu hari keberangkatan kembali ke
Jakarta, tekad saya, yang terburu-buru karena ingin mengejar kendaraan menuju
Siantar.
Seperti yang disarankan dalam blog
seseorang, melangkah saja dengan tampang yakin, jangan terlihat bingung. Banyak
sekali abang-abang yang akan mendekati Anda dan menawarkan kendaraan mereka.
Jangan tergoda! Jika Anda seperti saya yang ogah mengeluarkan uang banyak
sementara ada alternatif lain yang relatif lebih murah, segeralah melangkah
keluar, carilah plang besar bertuliskan “Bus”, dan carilah kendaraan dengan
label Paradep. Saya mendapat mobil Avanza, berkapasitas 7 orang penumpang dan 1
supir. Saya, suami, dan anak (dihitung full, karena itu dia berhak selonjoran
di kursi), membayar 165 ribu untuk perjalanan 3 jam lebih ke Siantar. Mobil
berhenti sejenak pada pukul 12 kurang di sebuah tempat makan sangat sederhana.
Hanya kami dan sang supir yang makan. Harga makanan juga relatif terjangkau.
Saya makan nasi dengan lauk ikan dan sayur lontong dikenai 15 ribu.
Lanjut! Perjalanan sesungguhnya pun
dimulai. Saya mulai mabuk, gara-gara saya makan sepertinya. Buru-buru saya
menenggak Antimo, dan teler dengan sukses. Yah, gak sukses-sukses amat sih,
karena saya gak sepenuhnya tertidur, sesekali saya bisa merasakan
tikungan-tikungan tajam dan kebut-kebutan si supir, sesekali meladeni Ben yang
ingin dekat-dekat saya. Saya terbangun ketika mobil melewati hutan sawit, dan
Aries komplain karena sedari di rumah saya menebarkan isu bahwa pemandangan
menuju Siantar sangat indah. Ternyata yang dijumpai hanya pohon karet dan
kelapa sawit. Ya maap, ternyata yang dimaksud adalah perjalanan melewati
Brastagi. Hihi.
Tiba di Siantar, si supir berbaik hati
mencarikan mobil menuju Parapat. Lagi-lagi Avanza, dan lucunya, mereka
menawarkan kami mau bayar untuk 2 atau 3 orang. Lah yang tersedia cuma 2
bangku, piye toh bang. Jadi karena Ben dipangku, kami hanya bayar untuk dua
orang. Satu orang cukup membayar 20 ribu, untuk perjalanan kurang lebih 1 jam.
Sudah mendekati pelabuhan Parapat, ban
mobil kami bocor. Kami pun dialihkan ke angkot-angkot yang lewat. Bayar 8 ribu
untuk bertiga, kami diantar sampai ke depan kapal. Abang-abang di situ dengan
sigap menanyakan tujuan kami, lalu menunjukkan kapal mana yang harus kami
tumpangi. Saat itu kami menumpangi kapal bernama Felix menuju Tuk-Tuk. Tak lama
menunggu, kapal pun berangkat. Kurang lebih 45-60 menit perjalanan mengarungi
Danau Toba, kapal mengantarkan satu per satu tamu ke penginapan mereka
masing-masing. Kami yang terakhir, karena penginapan kami juga berada di ujung,
Mas Cottages (review bisa dibaca di sini).
-to be continued-
No comments:
Post a Comment