Tuesday 20 April 2010

BB oh BB



2 tahun yang lalu, saya sedang menerjemahkan sebuah buku yang mengisahkan seorang istri pengusaha kaya raya super sibuk yang menyewa seorang pengasuh cowok, istilahnya sih manny – male nanny. Pasti udah bisa ketebak kan, akhirnya si istri jadian sama si pengasuh yang tampan, gagah dan penyayang anak, tentunya setelah ketahuan kalo si suami selingkuh dengan teman baiknya sendiri. Tapi bukan isi buku ini yang mau saya bahas. Nah, ceritanya si suami yang pengusaha ini digambarkan selalu sibuk dengan gadget-nya yang bernama BlackBerry. Dia terus memantau e-mail dari rekan usahanya lewat si BB, pagi-siang-malam, khususnya ketika anak-istrinya mulai merengek minta perhatiannya.
Lompat ke beberapa tahun ke belakang, kurang lebih tahun 2005, waktu itu saya sedang mengurus peralihan SIM Card Xplor menjadi Bebas (gak tahan tagihannya euy, kerjaan masih jadi guru les doang). Sambil menunggu si mbak CS yang manis banget tapi bolotnya ajaib, saya baca-baca brosur XL. Mereka menawarkan sebuah produk baru dengan nama yang enak didengar, BlackBerry. Namanya yang imut-imut itu membuat saya tertarik untuk membaca lebih lanjut. Gak perlu waktu lama untuk memutuskan bahwa saya gak ngerti benda apakah ini, haha. Tapi yang pasti, dari berbagai istilahnya, saya menyimpulkan ini layanan untuk pengusaha, bukan pengangguran terselubung macam saya.
Tahun 2009, ketika Barrack Obama terpilih menjadi presiden Amerika Serikat, selain fenomenanya sebagai presiden keturunan Afrika-Amerika pertama untuk Amerika, sebuah perangkat juga ikut nebeng popularitas. Yap, the one and only, BlackBerry. Mr. Obama rupanya gak rela harus terpisah dari BB kesayangannya, yang tadinya akan disita karena dikuatirkan keamanan orang nomor satu dunia ini terancam gara-gara akses yang gampang dimasuki. Namun bukan Mr. President namanya kalau tidak berhasil mendapat apa yang dia inginkan. Gosipnya, RIM khusus membuatkan satu gadget untuk Obama dengan nama BarrackBerry. Sectera Edge, itulah jenis BlackBerry yang Obama miliki, konon BB yang paling aman, dan mungkin for his case, waaaay lot safer.
Thanks to Mr. Obama, warga Indonesia yang udah terkenal dengan latah-belanjanya pun makin jaya. Mendadak semua orang, dan sepertinya harus, punya BB. Orang-orang yang membawa BB mulai terlihat agak beda. Dagu agak diangkat, jalan tegak, dan ketika menunjukkan arah, tangan yang menggenggam BB-lah yang akan terangkat. Tak butuh waktu lama, muncullah thread di forum ternama Indonesia yang mencela perilaku BB-user yang dianggap norak. Contohnya, setiap kali mencari benda berharga tersebut, mereka tidak lagi merujuk dengan sebutan ‘hape’ tapi ‘BB gue mana ya?’. Suara sanggahan pun langsung dilayangkan: ‘BlackBerry bukan handphone! Tapi itu smartphone, sebuah device!’ Okeee….
Saya tidak termasuk barisan BB-user, tadinya. Waktu itu saya masih setia pada Nokiheng (yeah, sesebal itulah saya sama handphone saya sendiri), 5800 Music Xpress. Tapi berhubung hang-nya makin gak kira-kira, akhirnya saya jual dan membeli… BB. Pertimbangannya cuma satu, menurut info yang saya dapat dari pihak yang bisa dipercaya (alias temen baek saya yang tukang jualan handphone), sistem BB itu stabil dan jaraaangg banget dilaporkan hang. That’s all. Saya gak beli demi bisa FB terus (I’ve already got the luxury in my office), gak biar bisa BBM-an terus (me? Orang semi-ansos ini??), tapi demi kelangsungan kesejahteraan saya, biar saya gak marah-marah terus kalo ponsel saya suka tiba-tiba goblok.
Jadilah, sehari setelah Natal, saya ditemani rombongan membeli Gemini, a.k.a Curve 8520 di Cempaka Mas. Not love at first sight, tapi pelan-pelan saya mencoba mengenalinya, dan hingga kini, well… I think I pretty like it. Hehe. Meskipun gak sebesar cinta saya pada Nokia 6233 saya yang dahulu, huhu.
Setelah 5 bulan lebih menjadi salah satu BB-users, ada beberapa hal yang agak annoying bagi saya:
1.    Kalo orang tahu kita pake BB, respon pertama mereka pastilah: “Cieee… ciee….” Ya elah, ini BB geto lho, bukan jet pribadi.
2.    Kalo tuh orang termasuk BB-user juga, biasanya mereka akan kalap bilang, “Add PIN dong!” Kenapa kalap, karena kalo ketemu aja jarang ngobrol, sama-sama online di Y!M atau FB aja jarang nyapa, lah ini tiba-tiba jadi –ehm- mengakrabkan diri gituuu. Mo nolak juga kok kayaknya saya sombong yah. Hiks.
3.    Kalo pas lagi gak online dan (punya alasan) untuk menolak permintaan di atas, biasanya mereka akan mengerutkan dahi dan nanya, “Kok gak online?” Kalo saya udah jelasin, karena gue emang cuma beli ini sebagai handphone, blablablayadayadadududu, tatapan mereka seolah mencela dan berkata, ‘Ih, kere banget sih. Sanggup beli, ga sanggup online.’ Biarin. Because I can geto lho.
4.    Saya masih terhitung newbie di dunia per-BB-an, tapi saya udah upgrade OS 2x, sementara mereka yang udah lebih lama, bengong ketika tahu bisa upgrade OS sendiri. And they didn’t know what the heaven is DM. Dan berani taruhan, saya lebih kenal fungsi-fungsi dalam si bebeh. Bukan sombong ye, ini sih berkat rajin ngoprek-ngoprek Kaskus dan si BB aja, hehe. Kenalilah perangkat yang kau punyai itu, wahai BB users, jangan hanya untuk gaya dan ‘onlen, onlen’.
5.    Banyak orang (baca: anak-anak muda atau abege) pada ngebet beli BB hanya karena ingin bisa eksis, tanpa mengerti betul setiap fungsi di dalamnya. Apakah mereka butuh push e-mail? Don’t think so. Yah, mungkin karena mereka juga punya prinsip yang sama: because I can.

At the end, saran saya cuma satu, kenalilah dan pakailah BB-mu dengan bijaksana. Jangan cuma tau FB-an atau twitter-an. You can do that with my old 6233! Saat sedang bersama orang-orang yang kaukasihi, janganlah terus menerus tangan dan matamu melekat pada si BB. Mereka yang hidup itu lebih butuh waktu dan perhatianmu.
Sekian.

No comments: