Tuesday 13 April 2010

Intimacy: Not For Sale

Suatu hari, aku lagi ngantre di kasir Carrefour, Central Park. Sambil menunggu giliran, pandanganku tertumbuk pada sebuah rak section dekat kasir. Ada 2 buah rak dengan tulisan besar-besar di atasnya: INTIMACY.
Tertarik dengan kata itu, saya mencoba memindai barang apakah gerangan yang dipajang di rak tersebut. Berkat lensa kontak Acuvue minus 2 yang kupakai (yaelah iklan banget seh), aku memutuskan kalo barang-barang yang ditangkap oleh saraf optik mataku itu adalah... jreng jreng...
kondom. Dan rak yang berdempetan persis di sebelahnya adalah cairan pencuci kewanitaan.
Tak ayal aku berpikir, hanya dengan itukah keintiman itu diukur? Dari alat-alat penunjang untuk berhubungan seksual a.k.a intim? Sebegitu dangkalnyakah arti 'intimacy' bagi budaya kita saat ini? 
Hanya karena seseorang berhubungan intim dengan orang lain (ya kalo sendiri mah beda lagi artinya), tidak berarti mereka punya tingkat keintiman yang berarti. Intim secara fisik, ya pasti. Tapi intim secara jiwa? Secara batin? Secara roh?
Itu hanya bisa dibangun lewat komunikasi, lewat penerimaan, komitmen, kasih, dan banyak lagi, di luar a so-called hubungan 'intim'.
Karena itu, aku juga gak abis ngerti kenapa para media mencantumkan bahwa Leticia adalah buah cinta dari Anji Drive & Sheila Marcia. Cintakah yang membuat mereka melanggar batas - oh well, mereka beneran sempet pacaran dan gak berada di bawah pengaruh alkohol -? Cinta jugakah namanya kalo Anji tidak mengakui from the first place bahwa dia yang harusnya bertanggung jawab atas perut mblendung Sheila yang harus dibawanya ke balik terali? Cinta jugakah namanya kalo Sheila menolak menikah dengan Anji?
Lho, kok jadi ngomongin artes! Argh.
Intinya... 
keintiman tidak bisa dijual di rak-rak supermarket, apa pun produknya.
Karena keintiman lahir bukan dari ketika dua insan memadu tubuh, namun ketika mereka memutuskan untuk memadu (dengan segenap akal budi, kesadaran & hati nurani) batin, komitmen dan pikiran mereka berdua dengan segala kerendahan hati dan ketulusan.

No comments: