Tuesday 10 November 2009

kenapa baru sekarang???


Malam itu saya baru pulang dari Pasar Baru, sehabis membeli beberapa keperluan untuk Juned yang akan menikah besok harinya. Demi menghemat ongkos, saya naik P 12 yang ngetem dengan cueknya di depan pertokoan itu. Setelah menunggu beberapa lama tanpa kepastian kapankah si benda biru ini bergerak, beberapa mbak-mbak berhamburan naik. Salah seorang mbak-mbak langsung menarik perhatian saya karena parasnya yang cantik dan, oh well, kaos putih yang membungkus ketat tubuhnya itu, hehe.


Si mbak berdiri persis di sebelah bangku saya. Tak lama, dengan malas, si angkot pun bergerak. Saya mulai memejamkan mata, kebiasaan tidur dalam angkot yang sulit dihilangkan. Tiba-tiba saya mendengar suara dering ponsel.
“Halo?”
Eh, ternyata punya si mbak berkaos putih ketat itu. Dan beginilah isi pembicaraan yang (mau tak mau) saya dengarkan itu:
“Kenapa baru telepon sekarang?”
….
“Iyaaa… kenapa baru telepon sekarang?”
….
“Sekarang di mana?”
….
“Kenapa baru telepon sekarang??”
….
“Kenapa baru telepon sekarang????”
….
“KENAPA BARU TELEPON SEKARANG???!!!”
Klik.

Saya cuma bisa mengintip dari sudut mata, si mbak mencemplungkan ponselnya ke dalam tas. Ponsel menjerit-jerit kembali meminta ampunan, si mbak tetap berdiri tegak seakan telinganya telah pekak.
Saya coba mereka-reka apa yang baru saja terjadi. Terkaan saya adalah, yang menelepon itu pacarnya, yang baru pulang mudik (soalnya itu lagi musim pulang mudik) dan belum memberi kabar sepanjang hari itu. Setibanya di tempat, barulah si cowok ingat untuk menelepon si mbak. Kecemasan si mbak yang sudah menunggu kabar seharian pun digantikan oleh rasa murka. Saya membayangkan si cowok yang sudah antusias menceritakan apa saja yang dia alami hari ini akhirnya terdiam dan tersudut oleh satu kalimat, “Kenapa baru telepon sekarang???”
Saya pun turut bersimpati pada si mbak. Sambil berdiri tegak seakan tak terjadi apa-apa, mungkin dalam hatinya bergemuruh lanjutan pertanyaan yang terus diulanginya tadi, “Kenapa baru telepon sekarang? Tidak tahukah kamu aku mengkhawatirkanmu sepanjang hari ini? Kamu tidak membalas SMS, kamu tidak memberi kabar. Kamu tidak kepikiran aku ya? Kenapa kamu baru telepon sekarang??”
Langsung saya teringat dengan si yayang. Saya juga sering ngomel kalau seharian dia tidak memberi kabar, atau membalas SMS saya. Saya langsung berpikir, emangnya dia gak inget ya sama seorang wanita manis mungil yang cemas menunggu kabarnya? Emang dia gak kepikiran ya buat ngecek apakah si pujaan hati baik-baik aja dan gak keserempet angkot tadi pagi? Tapi lama-lama saya bosan ngambek dan memutuskan untuk mengambil inisiatif memberi kabar terlebih dulu. Menelepon terlebih dulu. Toh dalam cinta tak ada yang kalah, tak ada yang menang. Meskipun tidak persis seperti yang saya harapkan, setidaknya sekarang setiap pagi dia rajin mengirim SMS, just for asking, “Kamu udah nyampe kantor?” Untuk ukuran pria secuek itu, it’s a great leap, hehe.
Saya tidak tahu bagaimana akhir cerita di atas. Apakah si mbak akhirnya luluh dan menelepon si cowoknya, ataukah si cowok akhirnya merendahkan gengsinya dan mendatangi si mbak untuk minta maaf?
Lha kok saya yakin banget begitu skenarionya ya? Hahaha…

No comments: